Teori Evolusi
Teori Evolusi boleh dibilang melekat pada sosok
Charles Darwin. Bukunya Origin of Species dianggap sebagai
peletak dasar teori evolusi dalam ilmu pengetahuan. Spencer lebih awal
memunculkan gagasan teori evolusi ketimbang Darwin. Spencer mengenalkan konsep
evolusi sosial dalam bukunya Social Statics pada 1850,
sembilan tahun sebelum Darwin menulisOrigin of Species (1859).
Spencer (1897) menguraikan teori evolusi secara mendalam dalam The
Principles of Sociology yang terbit 1897 di New York. Dalam buku ini
Spencer menyebut kata “evolusi” dalam beragam variannya sebanyak 249 kali,
termasuk kutipan langsung dan daftar isi.
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial
merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam
masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih
terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat, seperti perubahan dalam unsure-unsur geografis, biologis, ekonomis,
dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan zaman yang dinamis.
Soekanto (1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai
serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan
sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah
serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul
sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini tidak harus sejalan dengan
rentetan peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Soekanto (1990:345-347), teori tentang evolusi
dapat dikategorikan dalam tiga kategori.
- Unilinear theories
of evolution. Teori ini
berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya)
mengalami perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana
menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi
sempurna (industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah
August Comte dan Herbert Spencer. Variasi teori ini adalah Cyclical
theories yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan
bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang
merupakan lingkaran yang pada tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang.
Pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang mengemukakan teori
dinamika sosial dan kebudayaan. Menurut Sorokin, masyarakat berkembang
melalui tahap kepercayaan, tahap kedua dasarnya adalah indera manusia, dan
tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
- Universal theory
of evolution. Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap
perkembangan tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu
garis evolusi tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya yaitu
antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan sifat
maupun susunannya dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen.
- Multilined
theories of evolution. Teori ini lebih
menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan
tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang
pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian
kekeluargaan dalam masyarakat.
Sementara itu, perspektif evolusioner adalah sudut
pandang teoretis paling awal dalam sosiologi. Hal tersebut berdasarkan
pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya
menaruh perhatian pada perkembangan masyarakat secara evolusioner dari
keseluruhan atau kesatuan yang utuh. Horton dan Hunt (1989:16-17) menjelaskan,
perspektif evolusioner adalah perspektif yang aktif, sekali pun bukan merupakan
perspektif utama dalam sosiologi.
Dalam bukunya, Positive Philosophy (1851-1854),
Comte menulis tentang tiga tingkatan yang pasti dilalui pemikiran manusia
yaitu: teologis, metafisik (atau filosofis), dan akhirnya positif (atau ilmiah).
Comte berpendapat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan yang dominan terhadap
pribadi.
Sebaliknya, Spencer berpendapat bahwa pribadi
mempunyai kedudukan dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa
pribadi merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis
pada tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk
memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan. Oleh karena itu,
banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait ketertarikannya
pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat modern, Spencer
menilai masyarakat bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian
menjadikan Spencer sering disebut sebagai seorang teoretis organik karena
usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi pada ilmu biologi ke institusi
sosial.
Lebih jauh Spencer mengungkapkan bahwa perubahan
alamiah dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat. Kumpulan pribadi
dalam masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan
yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi.
Bagi Spencer, masyarakat merupakan material yang tunduk pada hukum
universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang
mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat, terutama dalam
organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia dan bentuknya
sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan
oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).
Diakui atau tidak, Spencer terpikat Darwinisme sosial
populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859),
sembilan tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya.
Spencer memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus
dilalui semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat
yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen. Horton dan Hunt
(1989:59-61) menilai adanya suatu optimisme di masyarakat. Kemajuan masyarakat yang
terus meningkat pesat pasti akan mengakhiri kesengsaraan dan meningkatkan
kebahagiaan manusia.
Menurut Haryanto (tt:25), semua teori evolusioner
menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui semua
masyarakat. Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen) yang
sering digambarkan dalam arti diferensiasi struktural, perubahan dalam arti
dari yang paling sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks. Masyarakat
sederhana tidak terpadu yang tidak pasti (indefinite, incoherent
homogenity), memiliki karakteristik, tidak ada pembagian tugas atau peran
yang rinci dan lebih banyak bersifat informal. Sedang masyarakat yang lebih
kompleks (definite, coherent heterogenity) memiliki
karakteristik terspesialisasi dan formal.
Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan
bergairah (enerjik) yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil,
sedang orang yang malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang
berhasil dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi
oleh kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi
kesukaran ujian hidup, termasuk kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi)
dengan lingkungan fisik dan sosial yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Spencer berpendapat, suatu organisme akan bertambah
sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antara
bagian-bagiannya. Hal ini berarti ada organisme yang mempunyai fungsi yang
lebih matang di antara bagian-bagian lain dari organisme sehingga dapat berintegrasi
dengan lebih sempurna. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan
semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme mempunyai kriteria yang
dapat diterapkan pada setiap masyarakat yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan
integrasi. Evolusi sosial dan perkembangan sosial pada dasarnya adalah
pertambahan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu
transisi dari keadaan homogen ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
Dalam bukunya Principles of Sociology, Spencer
berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah terjadi diferensiasi
dengan mantap, akan ada stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang
damai. Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap
manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam masyarakat
sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan kemajuan.
Pusat perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang
dipandang sebagai suatu tenaga yang menggerakkan proses pemisahan
(diferensiasi, membedabedakan) dan proses mengikat (integrasi, persatuan).
Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan ketidakpastian dalam evolusi
sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku bangsa, bangsa, dan negara.
Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju kesempurnaan, tetapi ada juga yang
sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju
keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Teori Fungsionalis
( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural
lag (kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis
untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara
unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur
kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya
tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi
adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut.
Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima
perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan.
Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat.
Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan
dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila
terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh
dari teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis
adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang
kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada
kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota kelompok masyarakat.
Teori-teori terus berkembang dengan pesatnya. Talcott
Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Seperti para
pendahulunya, Parsons juga menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat
seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons
adalah adanya proses diferensiasi.
Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari
sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan
makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah,
umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk
menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam
golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.
Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan
dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam, sesuatu yang sama dengan para pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik, seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam, sesuatu yang sama dengan para pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik, seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.
Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa
masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem
yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan
yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari
berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa
bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ;
faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma
yang berlaku.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Sumber :
Sukanto, Soerjono. (1982). Teori Sosiologi
tentang Pribadi dan Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
———–. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Mengenal Pemikiran Herbert Spencer (URL http://ipahipeh.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/04/mengenal-pemikiran-herbert-spencer/) diakses pada Rabu, 19 Oktober 2011.
———–. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Mengenal Pemikiran Herbert Spencer (URL http://ipahipeh.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/04/mengenal-pemikiran-herbert-spencer/) diakses pada Rabu, 19 Oktober 2011.
Spencer, Herbert. 1897. The Principles of
Sociology Vol. 1 (Edisi III). New Yrok: A. Appleton and Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar