Pages

Rabu, 28 Agustus 2013

Coretan Tentang Per’SAPI’an di Indonesia


Saat ini jika anda berencana untuk bisnis di penggemukan sapi, maka bukanlah waktu yang tepat. Tutur Zaenal Arifin selaku Supervisor Produksi  RPH PT. Elders Indonesia. Alasannya adalah karena kebijakan pemerintah yang masih plin plan terkait dengan impor sapi. Akan tetapi pada saat ini pemerintah menggalakan untuk swasembada daging di tahun 2014 dan rasanya imposible untuk bisa dilakukan, kita buktikan saja. Indonesia dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit ditambah dengan korupsi dan pertarungan politik yang tidak bisa diabaikan mana mungkin bisa melakukannya. Bisa saja itu terjadi, asal Pemerintah serius dan non korup, Yakinlah baru bisa.

Saya bukan lulusan pertanian ataupun peternakan, tapi saat ini posisi saya masih sebagai pembelajar untuk bisa menguasai sektor itu baik hulu maupun hilir. Saya sering kali merasa heran harga daging sapi sebelum potong berkisar dari 33.000 - 35.000 dan biasanya krakasnya itu sejumlah 65% dari total berat sapi, yang ketika dijual seharga 60.000 akan menutupi harga beli dari sapi sebelum potong, dan jeroan, kulit, kepala, kaki dan lain sebagainya itu bisa menjadi keuntungan yang tidak sedikit. Tapi pada kenyataannya harga pasar sampai menembus Rp. 130.000,00, padahal setelah lebaran harga sapi nasional seharusnya sudah turun, tapi tetap harga pasar dibiarkan merangkak begitu saja, Siapa yang salah..??? Begitu kejamkah Bandar-bandar yang tersebar?? atau mungkin terlalu banyak mata rantai sehingga harga daging melonjak tinggi sekali..??
Akh… Saya belum bisa memahami akan situasi seperti ini. Ketika ditelusuri kenapa harga sapi impor bisa lebih murah dari harga sapi lokal salah satunya sapi impor dipelihara dengan dibiarkan begitu saja, sapi disana tumbuh dengan alami dan berkembang biak secara alamai pula, sehingga tidak membutuhkan banyak tenaga kerja dan tentunya efisiensi infrastruktur lebih terjangkau.  Dan Nusa Tenggara  Timur berpotensi sekali untuk mengembalakan sapi seperti ini, akan tetapi kendalanya adalan pada transportasi dari NTT ke Ibukota yang luar biasa mahal dan bahkan mungkin belum tersedia. Sehingga ongkos kirim sapi dari Darwin, Australia dibandingkan dengan sapi yang di kirim dari NTT akan jauh lebih murah transport dari Darwin, karena mereka punya alat transportasi yang memuat sampai 9000 ekor sapi dalam satu kali pengiriman. Jadi ketika Indonesia ingin swasembada daging, maka salah satu alternatifnya perbaiki terlebih dahulu alat transportasinya dan infrastruktur lainnya dan tentu saja dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan politik, apalagi saat sekarang ini menjelang PEMILU yang sangat rentan sekali.
Mungkin saat saya menulis ini, orang akan melihat batapa bodohnya saya,,.. yang hanya memandang masalah dari satu persepsi saja tanpa mempertimbangkan hal lain. Tapi biarlah tulisan ini menemui titik buntu hingga saya tak mampu menuliskan apa-apa lagi tentang persapian di Indonesia.
Bukti keseriusan Australia terhadap perkembangan sapi, mereka banyak melakukan riset dan berbagai penelitian demi tercipta sapi yang berkualitas dengan teknologi tinggi. Tentu saja pasar utama Australia saat ini adalah Indonesia. Kebutuhan daging yang terus meningkat dan harga daging setiap tahun selalu naik tanpa mengalami penurunan. Seharusnya berbisnis dibidang ini akan sangat menguntungkan, apa lagi ketika berbisnis dengan konsep pemberdayaan sosial atau lebih tepatnya socialpreneur, maka keuntungannya dua kali lipat, kita akan kaya, kebutuhan akan terpenuhi dan tentu saja petani dan peternak pun akan sejahtera. Tapi apa yang terjadi saat ini…?? Jarang sekali peternak yang serius mengembalakan sapi, mereka hanya beternak sebagai investasi saja. Ketika butuh uang untuk biaya sekolah peternak tidak akan segan-segan untuk menjual sapinya, bahkan sapi produktif yang mampu untuk menghasilkan pedet saja bisa langsung dijualnya ketika itu laku dan bisa menyekolahkan anaknya. Tidak ada peternak yang berfikir untuk mengembalakn sapi lebih lanjut. Kalau bukan peternak lokal, ya berarti pemodal asing yang akan menguasai. Seharusnya ini menjadi koreksian bersama, baik pemerintah maupun masyarakat seharusnya menyadari apa yang seharusnya dilakukan. Australia yang notabene lahan kering dan panas, mampu mengahasilkan sapi yang tidak sedikit, sementara Indonesia dengan lahan subur yang mampu menumbuhkan rumput macam manapun masih saja kekurangan sapi.  Bagaimna ini..?? *Bukan hanya cewek yang patah hati aja yang mesti move on.. Tapi pemerintah juga… Wew
to be Continue
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar