Saat
ini jika anda berencana untuk bisnis di penggemukan sapi, maka bukanlah waktu
yang tepat. Tutur Zaenal Arifin selaku Supervisor Produksi RPH PT. Elders Indonesia. Alasannya adalah
karena kebijakan pemerintah yang masih plin plan terkait dengan impor sapi. Akan
tetapi pada saat ini pemerintah menggalakan untuk swasembada daging di tahun
2014 dan rasanya imposible untuk bisa dilakukan, kita buktikan saja.
Indonesia dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit ditambah dengan korupsi dan
pertarungan politik yang tidak bisa diabaikan mana mungkin bisa melakukannya.
Bisa saja itu terjadi, asal Pemerintah serius dan non korup, Yakinlah baru
bisa.
Saya
bukan lulusan pertanian ataupun peternakan, tapi saat ini posisi saya masih
sebagai pembelajar untuk bisa menguasai sektor itu baik hulu maupun hilir. Saya
sering kali merasa heran harga daging sapi sebelum potong berkisar dari 33.000
- 35.000 dan biasanya krakasnya itu sejumlah 65% dari total berat sapi, yang
ketika dijual seharga 60.000 akan menutupi harga beli dari sapi sebelum potong,
dan jeroan, kulit, kepala, kaki dan lain sebagainya itu bisa menjadi keuntungan
yang tidak sedikit. Tapi pada kenyataannya harga pasar sampai menembus Rp.
130.000,00, padahal setelah lebaran harga sapi nasional seharusnya sudah turun,
tapi tetap harga pasar dibiarkan merangkak begitu saja, Siapa yang salah..???
Begitu kejamkah Bandar-bandar yang tersebar?? atau mungkin terlalu banyak mata
rantai sehingga harga daging melonjak tinggi sekali..??
Akh…
Saya belum bisa memahami akan situasi seperti ini. Ketika ditelusuri kenapa
harga sapi impor bisa lebih murah dari harga sapi lokal salah satunya sapi impor
dipelihara dengan dibiarkan begitu saja, sapi disana tumbuh dengan alami dan
berkembang biak secara alamai pula, sehingga tidak membutuhkan banyak tenaga
kerja dan tentunya efisiensi infrastruktur lebih terjangkau. Dan Nusa Tenggara Timur berpotensi sekali untuk mengembalakan
sapi seperti ini, akan tetapi kendalanya adalan pada transportasi dari NTT ke
Ibukota yang luar biasa mahal dan bahkan mungkin belum tersedia. Sehingga
ongkos kirim sapi dari Darwin, Australia dibandingkan dengan sapi yang di kirim
dari NTT akan jauh lebih murah transport dari Darwin, karena mereka punya alat
transportasi yang memuat sampai 9000 ekor sapi dalam satu kali pengiriman. Jadi
ketika Indonesia ingin swasembada daging, maka salah satu alternatifnya
perbaiki terlebih dahulu alat transportasinya dan infrastruktur lainnya dan
tentu saja dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan
politik, apalagi saat sekarang ini menjelang PEMILU yang sangat rentan sekali.
Mungkin
saat saya menulis ini, orang akan melihat batapa bodohnya saya,,.. yang hanya
memandang masalah dari satu persepsi saja tanpa mempertimbangkan hal lain. Tapi
biarlah tulisan ini menemui titik buntu hingga saya tak mampu menuliskan
apa-apa lagi tentang persapian di Indonesia.
Bukti
keseriusan Australia terhadap perkembangan sapi, mereka banyak melakukan riset
dan berbagai penelitian demi tercipta sapi yang berkualitas dengan teknologi
tinggi. Tentu saja pasar utama Australia saat ini adalah Indonesia. Kebutuhan
daging yang terus meningkat dan harga daging setiap tahun selalu naik tanpa
mengalami penurunan. Seharusnya berbisnis dibidang ini akan sangat
menguntungkan, apa lagi ketika berbisnis dengan konsep pemberdayaan sosial atau
lebih tepatnya socialpreneur, maka keuntungannya dua kali lipat, kita
akan kaya, kebutuhan akan terpenuhi dan tentu saja petani dan peternak pun akan
sejahtera. Tapi apa yang terjadi saat ini…?? Jarang sekali peternak yang serius
mengembalakan sapi, mereka hanya beternak sebagai investasi saja. Ketika butuh
uang untuk biaya sekolah peternak tidak akan segan-segan untuk menjual sapinya,
bahkan sapi produktif yang mampu untuk menghasilkan pedet saja bisa langsung
dijualnya ketika itu laku dan bisa menyekolahkan anaknya. Tidak ada peternak
yang berfikir untuk mengembalakn sapi lebih lanjut. Kalau bukan peternak lokal,
ya berarti pemodal asing yang akan menguasai. Seharusnya ini menjadi koreksian
bersama, baik pemerintah maupun masyarakat seharusnya menyadari apa yang
seharusnya dilakukan. Australia yang notabene lahan kering dan panas, mampu
mengahasilkan sapi yang tidak sedikit, sementara Indonesia dengan lahan subur
yang mampu menumbuhkan rumput macam manapun masih saja kekurangan sapi. Bagaimna ini..?? *Bukan hanya cewek yang
patah hati aja yang mesti move on.. Tapi pemerintah juga… Wew
to
be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar